Indonesiaku, bagaimanakah dirimu di masa depan?

new field

Itu adalah foto sawah di belakang rumah saya.. Dengan latar belakang  Gunung Arjuna yang gagah menjulang…

Artikel ini saya buat masih dalam suasana perayaan hari kemerdekaan 17 Agustus. Yah, meskipun sudah di penghujung bulan.. Setidaknya dapat memberikan dan membangkitkan rasa bangga dan optimisme sebagai salah satu rakyat Indonesia.

Sehubungan dengan diadakannya lomba menulis artikel yang bertemakan kebanggaan terhadap bangsa Indonesia, maka saya menuliskan artikel ini. Walaupun singkat, tapi setidaknya dapat memberikan makna pada peringatan kemerdekaan Indonesia tahun ini. Membuat saya pribadi masih bersyukur diberikan nikmat umur untuk menjadi saksi sejarah dan penutur sejarah yang terjadi.. Okey, baiklah, kita mulai lomba nya.. Siaapp??   (macam lomba balap karung aja! hehe.. )

Artikel ini menceritakan tentang seseorang yang masih dalam lingkungan saya bekerja. Yak, saya bekerja sebagai salah satu abdi negara di universitas Brawijaya, Malang. Disini, saya bisa, setidaknya memberikan gambaran, bagaimana nasib Indonesia, di masa mendatang.

Pertama, saya akan menceritakan tentang salah seorang rekan saya, sesama dosen, yang kebetulan juga masih saudara saya, namun beda fakultas.   Beliau adalah salah satu dosen di Fakultas Teknik Pertanian, Universitas Brawijaya. Di jurusan keteknikan pertanian, beliau dikenal bernama Bapak Yusuf Hendrawan, STP. M.App.Life Sc. Ph.D. Banyak ya gelar akademisnya? Tidak hanya gelar dalam negeri, gelar luar negeri pun beliau raih. Ya, beliau pernah mengenyam pendidikan doktoral di Universitas Kyoto, Jepang, selama 6 tahun, mempelajari ilmu Plant Factory .

Kalau ada yang berkomentar: Ah, biasa aja kali.. uda banyak yang kuliah di luar negeri juga.. yaa pastinya dapet gelar dari luar negeri juga..

Eits, tunggu dulu.. Bukan itu poin utama yang saya ingin sampaikan. Jangan keburu berkomentar yaa pemirsah.. hehehe..

Mengenyam pendidikan yang tinggi di luar negeri, harusnya juga bisa menghasilkan karya yang bermutu tinggi pula, itu baru bermanfaat ilmunya.

Mengapa saya tertarik mengangkat prestasi yang beliau torehkan untuk negeri ini, bukan hanya untuk universitas tempat kami mengabdi? Karena beliau adalah satu-satunya delegasi dari Indonesia yang mengharumkan nama Indonesia di ajang Kongres Dunia : The 19th World Congress of The International Federation of Automatic Control (IFAC) pada tanggal 25-29 Agustus 2014  di Cape Town International Convention Centre (CTICC), Cape Town, Afrika Selatan

10431473_10204865714948726_2335062399767111371_nDr. Yusuf Hendrawan berpose di depan arena konggres IFAC 2014, CapeTown, Afrika Selatan

IFAC World Conggres itu, konggres tentang apa yak?

IFAC World Congress adalah pertemuan internasional sebagai suatu wadah untuk bertemunya para ahli kontrol otomatis dari kalangan akademisi, pakar, peneliti, industri, ilmuwan maupun insinyur yang mengeksplorasi berbagai penelitian, inovasi, dan paten dalam bidang keilmuan dan teknologi kontrol otomatis. Di IFAC, dibahas tentang teknologi termutakhir para ilmuwan dunia tentang teknik kontrol otomatis berbagai bidang dengan cakupan keilmuan dan aplikasi kontrol terluas. Di IFAC World Congress 2014, terdapat lebih dari 2000 makalah ilmiah dengan jumlah penulis makalah lebih dari 6500 orang.

Terus, apa yang dilakukan oleh Dr.Yusuf di konggres Internasional itu ?

Beliau menjadi salah satu pemakalah yang menyajikan tentang beberapa aplikasi Intelligent Plant Factory, yaitu suatu sistem budidaya tanaman secara tertutup dengan teknologi kontrol lingkungan yang  akurat. Judul makalah yang disampaikan adalah Applications of Intelligent Machine Vision in Plant Factory. Dr. Yusuf menjelaskan dua aplikasi Intelligent Control, yaitu sistem irigasi cerdas (Intelligent irrigation system) dan sistem pencahayaan cerdas (Intelligent Lighting System).

Dalam presentasinya, Dr. Yusuf menjelaskan tentang peran dan fungsi pertanian presisi dengan menerapkan teknologi kontrol dan teknologi informasi untuk meningkatkan produk pangan secara kuantitas maupun kualitas. Terlihat cukup inovatif bukan? Di era teknologi informasi yang menggila ini, kita lupa bahwa teknologi informasi tidak melulu untuk bikin gadget atau komunikasi. Ternyata, untuk bertanam tanaman pun bisa!

Prakteknya seperti apa?

Intelligent Control berbasiskan metode Speaking Plant Approach (SPA) yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dari tanaman, seperti air, cahaya, unsur hara dari tanah. Artinya, lingkungan tumbuh tanaman yang meliputi air, temperatur, cahaya, kelembaban, udara, nutrisi dan lain sebagainya bisa kita kontrol sesuai yang kebutuhan tanaman dengan tepat dan akurat, memakai teknologi informasi tadi.

Selain memaparkan tentang Intelligent Control, di ajang IFAC World Congress 2014 , Dr. Yusuf juga memaparkan tentang peranan teknologi Plant Factory serta pengembangan teknologinya di Indonesia sebagai penyokong penyediaan sumber bahan pangan untuk sembilan miliar populasi di masa depan. Brillian kan? Sebelumnya, paparan pengembangan teknologi Plant Factory di Indonesia pernah disampaikan oleh Dr. Yusuf di acara Workshop on Information Technologies in Sustainable Agriculture for 9 Billion People’s Food Production, di Zhejiang, Hangzhou, Cina pada bulan Maret 2014 lalu.

Jadi, bisa dilihat, eksistensi dan kiprahnya Dr. Yusuf ini sudah sampai kemana-mana. Mengembangkan teknologi informasi untuk mendukung teknologi pertanian dan pangan di Indonesia adalah salah satu penemuan yang paling brillian abad ini, menurut saya. Apalagi, pada dasarnya dahulu, kita negara agraris. Yang semakin lama, sampai detik ini, lahan-lahan pertanian banyak diubah menjadi lahan pemukiman, sarana perbelanjaan, pabrik, dll. Jadi, kita harus memikirkan mulai sekarang, bagaimana kita mampu berdikari kembali, mencapai swasembada pangan kembali, kalau lahan pertanian saja banyak yang beralih fungsinya.

Penemuan dari Dr. Yusuf lah, jawabannya! Smart information technologies for smart planting.

Tugas kita selanjutnya apa?

Menurut saya, penemuan dan ilmu baru ini hendaknya disebarluaskan ke semua mahasiswa teknologi pertanian, kemudian tugaskan mereka untuk menggarap lahan-lahan pertanian yang terbengkalai sekaligus merangkul dan mengajari para petani kita tentang plant factory ini. Apakah mungkin para petani kita “ngeh” terhadap ilmu baru ini? Teknologi informasi ini? Wong, ga pernah pakai laptop!

Anything is possible, if we try! 🙂

Para lulusan sarjana pertanian juga harusnya bisa langsung bekerja dengan membuka lahan sendiri. Ngapain gengsi untuk turun ke sawah sambal menjinjing laptop? (lugu banget yak, ilustrasi saya?) Lha memang ilmunya disitu. Sebaik-baiknya ilmu adalah yang diamalkan di jalan kebaikan dan seburuk-buruknya ilmu adalah yang dibiarkan saja tanpa diamalkan, hanya menunggu untuk dilupakan oleh otak kita.

Jadi, marilah kita berkarya, tetap optimis untuk masa depan bangsa ini, untuk anak cucu kita. Mungkin semuanya sekarang memang masih acak adul semrawut ga karu-karuan (hiperbola bin lebay banget bahasanya yak? ) Tapi…. Bukan berarti kita boleh berputus asa.. Masih ada harapan.. Masih ada lahan pertanian…. Masih ada Pak Dr. Yusuf.. Lho? Hehe.. marilah kita berguru pada beliau (bukan iklan, cuma promosi buat adik-adik yang mau kuliah teknologi pertanian, ambil di UB aja.. hahahaha…)

Mari kita wujudkan Indonesia swasembada kembali! Bukan hanya beras, kalau perlu semuanyah.. Sayur, buah, kedelai, kelapa sawit, dan sebangsanya.

If you can dream it, believe it, struggle for it! 🙂

Indonesia JAYA!!! (Aamiiin.. Yaa Robb…)

Mengapa harus menulis ?

Well, tulisan saya saat ini dibuka dengan satu pertanyaan terbuka yang ditanyakan oleh salah satu pembimbing “menulis” saya, coach Tendi Murti.

Sebenarnya, membaca atau menulis, yang lebih banyak saya lakukan ? Jujur, sepertinya seumur hidup saya lebih banyak digunakan untuk membaca daripada menulis. Aktifitas menulis saya, biasanya terjadi saat : ada tugas, pe-er, pas jaman sekolah dulu, yang bertambah dengan menulis makalah, slide presentasi, yang sebenarnya termasuk tugas juga, pas jaman kuliah, dan yang terakhir saat menulis penelitian untuk tugas akhir kuliah. Saat sudah bekerja, saya menulis penelitian (lagi2..), soal2 ujian untuk mahasiswa, catatan saat rapat, dan lain-lain.. Hem..lumayan lah ya…

Tapi satu, yang belum pernah sama sekali saya tulis : BUKU karangan saya sendiri. Betapa inginnya saya melahirkan satu karya buku hasil pemikiran sendiri..

Anyway, sebenarnya, saat masih kecil dulu, sepertinya saat saya duduk di bangku SMA, saya sudah punya cita-cita untuk bisa menulis buku. Cita-cita itu timbul gara-gara selesai membaca buku “Don’t sweat the small stuffs for teens”. Buku yang sedikit banyak menginspirasi saya saat menjalani masa pubertas, menjadikan saya remaja yang ngga gampang galau, dan terlihat “tua” di antara teman2 lain. Hihihi.. berat banget kayaknya ya, masa remaja saya dulu.. Ngga ah, saya sangat mensyukurinya.. Buku itu mengukir kepribadian saya.

Balik lagi ke topik awal..

Jadi kalau sekarang saya ditanya, kenapa pengen jadi penulis? Ngapain susah2 nulis buku, sementara buku sekarang banyak jenisnya, bahkan ada yang versi e-book (electronic book) juga..

Saya akan menjawabnya dengan jawaban saya versi SMA dulu : biar keren, punya karya yang dibaca orang banyak.. ^^

Sewajarnya lah ya, kalau anak SMA menjawab seperti itu, karena pada masa itu, para remaja sedang mencari jati dirinya. Seseorang yang terlihat “keren” di matanya, akan dijadikan panutan, contoh, diinginkan dirinya agar menjadi seperti idolanya. Too naïve ? No.. it’s normal..

Coba tanya anak SMA jaman sekarang, kebanyakan pengennya pasti ngga jauh2 dari anak band, artis film, artis sinetron. Yak arena profesi itu lah yang sedang terlihat “keren” di mata mereka.

Trus, kenapa saya dulu ngga bercita2 jadi entertainer ya ? Apa profesi itu ngga keren di mata saya? Enggak. Saya nge- fans juga kok sama artis2 boy/girl band jaman saya dulu, cuman, sadar diri bahwa saya ngga punya “komoditas” yang bisa dijual layaknya para entertainer itu.. hihihi..

Sekarang, saat saya sudah bukan anak SMA lagi, usia menjelang kepala tiga, ibu dari satu anak, kalau saya ditanya, mengapa harus menulis, maka saya akan punya banyak alasan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Pertama, saya menulis, karena saya diberi kesempatan dan rizki umur oleh Allah untuk menimba ilmu setinggi-tingginya sampai saat ini. Menurut saya, jika saya diberi nikmat itu, maka setelah saya menggunakan jatah usia dan waktu saya untuk belajar (yang sebagian besar waktunya dihabiskan untuk membaca banyak literature), saya HARUS menyebarluaskan ilmu yang telah saya pelajari ke orang lain. Syukur2, kalau bisa ke khalayak ramai, bukan satu dua individu saja.

Ke-dua, saya menulis, karena itu adalah bagian dari profesi saya sebagai seorang pengajar dan pendidik. Bagaimana saya akan menjalankan profesi itu dengan seoptimal mungkin, tanpa adanya aktifitas menulis buku? Dengan menulis buku, maka akan mendukung proses belajar mengajar yang saya lakukan. Mahasiswa saya akan melihat bahwa gurunya benar-benar menguasai bidang ilmu yang diajarkan, mahasiswa saya akan dapat senantiasa membaca dan membaca kembali ilmu yang telah disampaikan oleh saya di kelas, melalui buku yang saya tulis. Dengan tulisan dalam buku saya, saya dapat menginspirasi dan memotivasi mahasiswa saya untuk melakukan hal yang sama, menulis. Minimal bisa menulis tugas akhir (skipsi)nya dengan baik. Syukur2 bisa nulis buku juga.

Ke-tiga, saya menulis, sebagai seseorang yang mempunyai idealisme dalam hidup yang hanya mampir minum dan makan ini. Maksudnya? Seperti jargon di halaman blog saya. Saya menulis untuk mengungkapkan kegelisahan saya atas berbagai fenomena sosial.

Kadang saya miris, sedih, melihat fenomena sosial yang kadang atau sering malah, enggak bener dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia ini. Misal, fenomena iklan-iklan di Indonesia yang sok “nge-jual kata sehat” dalam iklan2nya, padahal enggak sama skali dan bertentangan dengan ilmu yang pernah saya pelajari. Yang gitu2 itu, bikin gatel ini mulut untuk mengomentari. Nah, daripada ngomel ga jelas dan ngabisin energi dan waktu saya, karena bakalan sering ngomelnya, mending saya tuangkan “omelan “ saya itu, ke dalam sutu tulisan yang nanti bisa dibaca oleh siapa saja dan kapan saja. Jadi kalau ada orang yang tanya ke saya tentang suatu fenomena nyleneh atau tanya pendapat saya tentang sesuatu, saya tinggal tunjuk aja buku saya sambil bilang “Silakan dibeli dan dibaca ya, Mas.. Semua ada di buku ini”. Hiihihi… Otak bisnisnya jalan nih..

No, I don’t mean it.. Becanda..

Seriusnya adalah, saya suka mengedukasi orang. Membuat orang dari ngga paham jadi paham, dari yang dikibuli jadi ngga gampang dikibuli. That’s simple!

Ke-empat, alasan saya menulis yang keempat ini, sebenarnya berhubungan dengan alasan yang pertama. Saya menulis karena saya ingin mengungkapkan keagungan Tuhan. Ke- Maha Besar- an Allah, Ke-Sempurna-an ciptaan Nya. Dengan ilmu yang saya dapatkan saat sekolah sampai kuliah, yang insyaALLAH proses belajar saya nanti akan sampai liang lahat, saya benar2 menyaksikan dan mengetahui Ke-Agung-an, Ke-Sempurna-an ciptaan Nya. Bagaimana tubuh kita bekerja, sistem imun kita melawan penyakit, bahkan bagaimana penyakit (kuman-kuman) itu bisa menyerang manusia dan mempertahankan eksistensinya dalam tubuh manusia, adalah hal yang menakjubkan bagi saya! Jika kuman saja sehebat itu, bagaimana yang membuatnya?

Itulah, saya ingin banyak manusia tahu, betapa Maha Hebatnya Allah SWT!

Ke-lima, saya ingin menulis buku, tidak hanya satu dua, karena ingin menginspirasi banyak orang, minimal anak cucu saya. Saya ingin meninggalkan karya yang akan memicu munculnya karya-karya lain seperti efek domino. Untuk keluarga saya pribadi, saya ingin meninggalkan warisan yang tidak dapat diukur dengan uang, dan bila diambil oleh orang, tidak akan berkurang. Apa itu ? Ilmu dan pengetahuan yang dituangkan dalam tulisan.

Sebagai muslim memang, salah satu amalan yang dijanjikan akan mengalir pahalanya walaupun sang pelaku amalan tersebut meninggal dunia adalah ilmu yang bermanfaat. Itu adalah motivasi ke-enam saya.

Ilmu yang hanya diucapkan, seringkali dilupakan orang. Dengan kita menulisnya dalam sebuah tulisan, atau buku, akan lebih terjaga keberadaannya. Akan tetap lestari karena banyak orang membacanya, bahkan mewariskannya pada anak cucunya.

Motivasi dan alasan –alasan lainnya, mengapa saya harus menulis buku, mungkin tidak akan berakhir sampai disini. Mungkin akan terus berlanjut. Dan saya memang inginnya begitu, supaya saya menemukan alasan untuk terus menulis dan menulis. And only God, can stop me… 🙂

Jadi dokter, selalu indah kah ? Reveal the unseen world…

Betapa sedihnya raut muka ibu itu..

Berusaha membela anak tercintanya

Bergetar hati ini melihatnya

Berandai-andai semisal aku di posisinya

Berlinangan pasti air mata di pipi…

Di atas adalah jeritan hati saya, seorang dosen yang mengajar calon-calon dokter, ketika menghadiri pertemuan antara pihak fakultas dengan perwakilan orang tua mahasiswa, yang umumnya mahasiswa bermasalah dalam usaha belajarnya. Ada seorang ibu yang berusaha membela anaknya yg bermasalah dengan prestasi kuliahnya, nilainya banyak yg D dan E. Sang ibu berkata bahwa memang anaknya jarang masuk, tapi itu dulu, waktu semester 1. Sekarang semester 2, anaknya rajin masuk. Padahal menurut data rekap presensi di tangan kami, di semester 2, anak tsb masih suka jarang masuk. Kehadirannya masih  berkisar 50% – 70% pada beberapa mata kuliah. Sang ibu kehabisan kata-kata untuk membela anaknya, saatkami menyampaikan hasil rekap presensi anaknya.

Pertemuan tersebut digagas oleh pihak fakultas, sebagai bentuk tanggung jawab fakultas tempat saya bekerja kepada para orag tua mahasiswa. di akhir semester ke-dua, para mahasiswa tahun pertama akan menjalani evaluasi tahap pertama dari masa perkuliahannya. Apakah dia layak untuk naik “kelas” ke jenjang berikutnya, yaitu semester 3 dan 4, ataukah dia harus mengulang dahulu selama 1 tahun untuk memperbaiki nilai semester 1 dan 2 yang sebelumnya pernah dijalani.

Persyaratan untuk bisa naik kelas ke semester berikutnya adalah  IPK semester 1 dan 2 minimal 2.00 dan nilai terendah adalah C. Bila ada nilai D atau D+, tapi IPK nya sudah di atas 2.00, asal hanya ada dua mata kuliah yang mendapatkan nilai D atau D+, mahasiswa tsb dikatakan naik “bersyarat”. Syaratnya apa? memperbaiki nilai D atau D+ nya di Semester Pendek (waktu khusus hanya sekitar 1 minggu untuk belajar ulang semua materi  selama 1 semester termasuk ujian ulang) dan di Ujian Khusus (hanya ujian perbaikan tanpa pengulangan materi).

Tinggal kelas atau mengulang 1 tahun perkuliahan di tahun selanjutnya akan dijalani oleh mahasiswa yang dinyatakan “gagal” di semester 1 dan 2. Mungkin karena mereka tidak dapat mencapai IPK 2.00 dan punya nilai  D, D+, atau E lebih dari dua mata kuliah.

Untuk diketahui, nilai E berbobot 0, D =1, D+ = 1.5, C=2, C+=2.5, B =3, B+=3.5, A=4. Poin-poin tersebut berguna untuk perhitungan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK).

Permasalahannya, kemarin saat pertemuan diadakan, banyak sekali orang tua yang hadir, menggambarkan banyak sekali mahasiswa yang bermasalah di tahun pertama perkuliahannya.

Bagi saya yang baru selesai sekolah S2 dan aktif lagi di dunia pengajaran, agak kaget juga ngliat pemandangan itu.

Orang tua mahasiswa yang hadir, sebagian besar tinggal di luar kota, berpisah dengan anak2nya. Si anak tinggal di kost-kostan, kontrakan, apartemen, atau rumah saudara disini. Jadi otomatis, para orang tua itu ngga ngontrol langsung keadaan anaknya. Poin pertama : lemahnya pengawasan orang tua. Yah, meskipun usia anak2 mahasiswa itu sudah beranjak dewasa, dan harusnya pemikiran, dan pola sikapnya juga ikut dewasa, kenyataan disini kadang berbeda..

Mahasiswa yang kuliah di fakultas kedokteran kami, bukan hanya mahasiswa lokal yang berasal dari dalam kota, tapi justru banyak yang dari luar kota, luar pulau, malah.  Jadi fenomena yang saya amati adalah apa yag saya sebut dengan culture shock. Mereka kaget dengan “peradaban” di sini (Malang, Jawa Timur), padahal baru Malang loh ya… Belum Jakarta.. Kebanyakan anak yang mengalami culture shock cenderung terlena akan kemegahan mall-mall disini, banyaknya café, tempat ngopi dengan harga yang terjangkau oleh kantong mahasiswa juga, warnet2 yang menyajikan game-game online, dll. “Racun” bagi pelajar/ mahasiswa, kalo saya sebut.

Sebagai contoh, ada salah satu mahasiswa FK, yg ayahnya adalah salah satu dokter yang menjabat direktur Rumah Sakit di suatu pulau besar di luar jawa. Disini dia tinggal bersama pakdhe nya. Tiap hari, oleh pakdhe nya, diantar ke kampus, tentu saja dengan asumsi bahwa dia akan masuk ke kelas dan mengikuti perkuliahan. Tapi apa yang terjadi? Selama hampir satu semester, dia tidak pernah mengikuti perkuliahan/ praktikum. Kemana dia? Main game di luar kampus. Begitu hebatnya ya efek game, sampai kuliah yang bayar mahal pun dicuekin demi memenuhi nafsu main game..

Kehadiran menjadi unsur penting dalam perkuliahan. Ya iyalah.. yang hadir 100% aja kadang masih susah memahami materi kuliah kedokteran yang buanyak dan rumit, gimana yang hadir kurang dari 80%.. Dan sayangnya, ngga ada yang buka kursus khusus ngajarin materi kedokteran di luar kampus..

Mahasiswa yang bermasalah selain punya dua ciri di atas, ga ada kontrol dari ortu dan culture shock victim, kadang juga punya ciri-ciri anak tunggal, anak laki2 satu2nya, atau anak perempuan satu2nya, cucu pertama, anak bungsu, atau anak yang pernah mencicipi kelas akselerasi pas di SMP atau SMA nya, sehingga kurang matang pribadinya.. Pola asuh orang tua atau orang2 di rumah si mahasiswa sedari kecil dulu sampai hampir menanjak dewasa, sangat mempengaruhi kehidupan perkuliahannya. Bagaimana dia bisa mengatur waktunya, mengerjakan semua tugas dan kewajibannya, memenuhi keinginan bermain atau santainya, memenuhi tuntutan pergaulan anak2 jaman sekarang, mengendalikan diri dari segala pengaruh yang ada di lingkungan kampus, kost, dan pergaulannya, adalah tantangan2 yang harus dihadapi setiap hari.

Kalau anak mahasiswa itu sudah punya idealisme kepribadian yang baik dan tangguh, dilandasi oleh pendidikan moral, etika, dan agama yang baik, dia ga akan gampang terpengaruh teman2nya atau lingkungannya.  Yang sebaliknya akan terjadi, bila si mahasiswa tersebut belum mature, belum punya idealisme kepribadian yang baik, dan masih suka ikut tren, utamanya tren yang negatif (hanya berorientasi pada kesenangan semata). Itulah pangkal masalah dari para mahasiswa yang bermasalah di akademiknya.

Mengapa semua itu penting? Mempermasalahkan kepribadian, attitude, pola sikap, pola pikir..

Karena semua akan berpengaruh pada proses belajarnya, yang akan terlihat pada prestasi belajarnya.

Terutama bagi seorang calon dokter, yang akan bekerja dengan makhluk hidup, bukan benda mati. Manusia dg ciri khas masing2 individu, yang kadang tidak bs disamaratakan, yang kalau sedang sakit, harus “diperbaiki” dalam keadaan hidup.

Oleh karena itu, evaluasi belajar ga cuma diadakan di akhir semester 2, tapi juga saat menjelang masuk ke jenjang pendidikan profesi (co-ass/ dokter muda).  Apakah semua mahasiswa layak untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang profesi, belajar langsung dengan pasien. Sekali lagi IPK yang dilihat, dan tidak boleh ada nilai D, D+, atau E.

Sehabis pendidikan profesi selesai, sebelum dinyatakan lulus sebagai dokter, sekali lagi mahasiswa FK harus menjalani tes kompetensi dokter. Dulu disebut UKDI, sekarang UKMPPD.  Disini, ada 200 soal kasus yang harus dijawab oleh peserta ujian selama 200 menit. Kalau dulu ujiannya masih manual, pake lembar jawaban komputer dan pensil 2B, sekarang, semua berbasis komputer. Soal ujian dan jawaban masing-masing peserta dalam bentuk soft file.

Namanya murid, mahasiswa, kadang masih suka cheating pas ujian. Ini yang saya ga pernah suka. Kenapa? karena pertama, brarti ga percaya kemampuan sendiri, ga maksimal belajarnya dan kedua, “melecehkan” Tuhan. It’s OK kalau pun sudah belajar maksimal, masih ada pertanyaan yang susah dijawab, namanya juga ujian. Soalnya suka2 yang bikin. Tapi tetep, harus kita kerjakan sendiri. Saya ga pernah nyontek pas kuliah dulu, meski kesusahan menjawab. Mending jawabannya dianalisis atau sekalian dikosongin aja. Lagipula menyontek itu, juga berarti tidak mengindahkan Tuhan. Ada ciptaan Nya yg lain yg selalu mengawasi tingkah laku kita. Tidak kah kita sadar, setiap perbuatan akan dicatat dan dimintai pertanggung jawabannya nanti di akhirat kelak?

Sayangnya, masih banyak murid kita, mahasiswa kita yang menyontek saat ujian. Bahkan saat kami para staf dosen mengawasi dengan ketat. Masih ada aja yg nekad nyontek. Samape suatu hari pas ujian di bulan puasa, saya ambil mikrofon, dan bilang sesuatu yang saya sendiri ga pernah kepikiran untuk bilang itu : ” Kalian bangga nyontek? Puasa tapi masih nyontek?  Nyontek itu sama kayak makan uang haram. Bangga kalian punya IP haram?” . Nyesek kan di telinga dan di hati kalau ada dosen bilang gt sm kita?

Ujian kompetensi dokter dengan sistem baru berbasis komputer akan meminimalisir  kecurangan selama ujian. Kenapa? Karena tiap komputer akan berbeda urutan soalnya. Otomatis tiap peserta yang duduk berdekatan  ga punya alasan untuk berkomunikasi. Meski pakai joki, juga ga bisa. Karena tiap kota penyelenggara, punya kode soal sendiri.

Sistem ujian seperti ini lah yang akan kami adopsi. Mulai tahun depan, semua ujian di fakultas kami, baik itu UTS atau UAS, akan memakai system berbasis komputer.

Ujian kompetensi berbasis komputer berakhir, masih ada ujian lain, ujian OSCE (Objective Structured Clinical Examination). Semacam ujian praktek gitu. Misalnya ada yang berpura-pura jadi pasien, kemudian peserta ujian harus melakukan pemeriksaan liver, bagaimana caranya, langkah2nya sudah benar dan sesuai urutan tidak. Ada yang bertanggung jawab sebagai penguji untuk menilai sudah benar atau belum. Kalau peserta ujian tidak melakukan sesuai prosedur standar pemeriksaan, tidak akan diluluskan. Dengan ini mereka akan belajar untuk tidak melakukan mal praktek.

Seorang calon dokter yang  lulus dalam ujian kompetensi berbasis komputer dan ujian OSCE, baru boleh dinyatakan sebagai dokter, baru boleh diwisuda, baru punya hak untuk menjalankan praktek dokter umum. Tapi… masih ada satu tahapan lagi yang ditempuh :  Pendidikan internship. Disini, para dokter yang baru dilantik akan bekerja di rumah sakit-rumah sakit di daerah, selama 1 tahun. Dokter-dokter ini berhak memeriksa pasien sekaligus mengobati.

Setelah selesai pendidikan internshipnya, baru dokter2 tadi boleh berpraktik sendiri, atau di instansi pelayanan medis, mengabdi pada negara dg menjadi dokter PTT di daerah2, atau melanjutkan ke pendidikan dokter spesialis. Kalau mau melanjutkan ke pendidikan spesialis, harus menghadapi ujian masuk yang sesuai dg bidang spesialis yg diminati.

Panjang ya? Masih ada lagi.. Masa berlakunya ijin praktik dokter hanya 5 tahun. Jadi setelah 5 tahun, seorang dokter harus memperbarui ijinnya. Syaratnya? mengumpulkan poin2 dari berpraktik, seminar ilmiah, dan pengabdian masyarakat. Kalu poinnya kurang atau tidak memenuhi jumlah minimal poin? Harus ikut ujian kompetensi lagi..

Jadi.. apa hikmah dari perjalanan panjang seorang calon dokter menjadi dokter?

Bila ada seorang anak SMA yang baru lulus, sebaiknya diberi tahu lebih dulu tentang lika liku pendidikan di fakultas kedokteran, dan tanggung jawabnya. biar ga kaget  seandainya diterima. Persiapan mental juga penting disini, ga cuma persiapan materi (kuliah kedokteran memang mahal karena pemerintah belum mensubsudi penuh seperti di negara2 lain yang bisa gratis). Terus apa lagi?

Jangan pernah memaksakan untuk menjadi dokter pada seorang anak yang ngga pengen jadi dokter. Jadi dokter itu lebih menuntut “passion” daripada “keharusan”. Jadi dokter itu “panggilan jiwa” bukan orderan.

Kalau mau kaya, punya rumah mewah, mobil keren keluaran terbaru, gadget super canggih, jangan jadi dokter. Lama baru bisa beli itu semua.. Sejatinya pengabdian pada kemanusiaan tidak dikomersilkan, itu adalah pikiran seorang dokter yang sejati. Banyak cerita dokter PTT dibayar hanya dengan terima kasih atau hasil bumi.  Kalau ada dokter yg kaya raya, biasanya sudah spesialis, sudah lama berpraktik, atau punya sampingan sebagai pebisnis.

Ya, kalau mau kaya, bisnis jawabannya.

Obsesi orang tua, kakek, nenek, calon  mertua  supaya anaknya, cucunya, calon mantunya jadi dokter, harusnya jangan dijadikan alasan untuk jadi dokter. Kenapa? Karena itu bukan alasan yang logis. Yang ngejalanin pendidikan dokter itu kita, yang ngadepin ujian2 sebejibun banyak nya jg kita, yang ngadepin pasien dengan segala risiko akan tuntutan mal praktek juga kita. So, perjuangkan obsesi kita sendiri!

Lebih elok kalau kita berkarya, bekerja, sesuai passion kita, minat dan bakat kita. Toh, banyak sekali jalan menuju tangga kesuksesan di dunia selain menjadi seorang dokter.

Allah pun sudah berfirman di Surat Al Baqarah 216 : “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

Father and children : how to build a bonding between them, so little time, so much to do

ayah n syifa

Beberapa hari yang lalu saya menghadiri acara parenting di sekolah anak saya yang masih playgroup. Setelah hampir 1 tahun menjadi murid di TK/TPA deket rumah, baru kali ini ikut acara parenting…Ckcckckck…parah ya saya.. Ya dikarenakan hari dimana parenting day diadakan itu sering tabrakan jadwalnya dengan kegiatan lain atau saya sdg jauh dari area rumah (parentingnya selalu di daerah sekitar TK yang deket rumah saya itu).

But anyway, yang mau saya bicarakan adalah pada saat parenting kemarin, ada sesi sharing perkembangan masing-masing anak dari orang tuanya. Bagaimanakah perilaku anak yang mengalami perubahan, kemajuan, atau bahkan statis di tempat karena ada masalah. Sebagian besar ibu, yang hadir memang semuanya ibu-ibu, menceritakan kalau hubungan si anak dengan ayahnya, tidak sedekat hubungan antara anak dengan ibunya. Kebanyakan mengeluhkan atau bercerita kalau sang ayah sangat sibuk, jarang berinteraksi dengan sang anak, karena jarang ketemu, ayahnya kerja di tempat yang jauh, atau sering bepergian. Bila sang ayah sudah di rumah, baru ngemong anak kalau disuruh sang ibu. Ada juga yang mengeluhkan kalau sang ayah adalah sosok yang sangat disiplin, keras, tidak bisa dibantah sedikitpun, sehingga saat sang anak maunya berperilaku A, sedangkan sang ayah maunya anak  berperilaku Z, yang terjadi adalah gesekan yang sangat membekas di hati dan pikiran sang anak : sang anak jadi takut pada sosok ayahnya, ngga berani ngapa2in, anak jadi dieeemm aja kalo di rumah terutama kalo ada ayahnya. Sang ibu? Sang ibu tidak berdaya menghadapi keduanya. Cuma berusaha  menyeimbangkan peran orang tua, jadi sedikit banyak jadi “ayah” untuk anak-anaknya.

Saya langsung menganalisa curhatan para ibu saat itu…Well, that’s not good. Bukan situasi yang kondusif dan baik untuk perkembangan mental anak tentu saja.. We need to fix it immediately..

Saya jadi membandingkan keadaan rumah tangga dan pengasuhan keluarga kecil saya.. Tentu selalu seperti itu dulu tahapannya : ndengerin cerita orang lain —> mbandingin sama pengalaman sendiri —> keluar ide/ saran.   Jadi.. kalau di rumah tangga saya, saya bersyukur, meski ayahnya syifa (nama anak saya) sibuk bingit, karena kerja sebagai dokter di rumah sakit yang tidak pernah sepi apalagi setelah booming BPJS (jadi curhat deh.. ), beliau selalu ada waktu untuk berinteraksi dengan syifa. Meski berangkat pagi-pagi dan pulang saat syifa sudah tidur, beliau akan “menghadirkan” dirinya untuk syifa. Jadi kalau pas pulang ke rumah syifa sudah tidur malam, pasti yang dicari duluan, yang dicium duluan, syifa. Ndak cuma dicium, tapi syifa dielus2 pipinya (karena magnetnya syifa ada di pipi tembemnya) dan dibisiki kata-kata yang indah nan lucu di telinganya. Emaknya syifa ? Harus sabar nunggu giliran ya… Well, that’s ok. Saya ndak pernah cemburu. Sudah sepantasnya begitu. Saya juga akan berperilaku yang sama kalo abis pulang dari perjalanan jauh… hihihi… child is number one recently.. Jadi meski syifa tidak melihat ayahnya datang, dia tahu kalau ayahnya sudah pulang.. dari bau ayahnya, ciuman ayahnya, kata-kata ayahnya..

Momen kebersamaan ayahnya syifa dengan syifa tidak hanya diciptakan saat bersua sepulang kerja ayahnya. Misalkan ayah tidak sedang jaga pagi, yang berarti pagi hari banyak waktu luang (itupun kalau sedang tidak mengerjakan tugas dari rumah sakit), sang ayah akan dengan senang hati mengambil alih tugas saya : memandikan syifa dan memakaikan baju (meski syifa kadang mau pakai baju sendiri). Saat memandikan syifa, mereka berdua seperti punya dunia sendiri. Sang ayah yang dulu pas jaman SMA-nya adalah anggota ekskul teater dan memang suka baca buku fiksi, selalu mendongeng/ mengarang cerita saat memandikan syifa. Syifa yang anaknya tanggap sekali kalau ada yang bercerita, ya seneng skali, gayung bersambut ceritanya,, jadilah mereka saling berimajinasi dan mengarang cerita, kadang sampe ketawa-ketawa.. Cemburukah saya? Nope, I’m a happy and grateful mother in the earth..

Saat ayah syifa harus bertugas jauh dan tidak sebentar, tapi berhari-hari.. Kami bergantung pada si gadget. Setiap hari selalu menyempatkan menelpon, baik saya duluan atau ayahnya. Di lain waktu kadang kami memanfaatkan video call. Skype pun sebenarnya bisa dipakai meski kami belum pernah mencobanya. Kadang syifa pun turut serta, kalau dia sedang ingin mengetik, mengetiklah ia di chat whatsapp ayahnya. walau syifa blm bisa baca tulis, dia mengerti simbol2 yang ada di whatsapp. jadilah ia berkomunikasi dengan ayahnya dengan mengirimkan simbol emoticons, bunga, hewan2, rumah, mobil. Itulah cara syifa menunjukkan  “eksistensinya”. Reaksi ayahnya? Selalu mengirimkan simbol cium double atau triple. Dan syifa pun tau ayahnya mengirimkan simbol sayang padanya. Jadi mau bagaimana pun, syifa akan selalu dekat dengan ayahnya. Malah keberadaan ayahnya selalu ditanyakan kalau tidak kunjung terlihat di rumah. ” Ayah kemana bunda? kerja di rumah sakit? Suntik orang? Kok ga pulang2? Orangnya yang mau disuntik banyak ya?”. Saya cuma bisa mengiyakan..dan tentu saja membesarkan hatinya.

Masalah karakter dan kedisiplinan orang tua, memang itu tidak terlepas dari pengalaman kita dan pola asuh yang kita dapatkan semasa kita kecil dulu, tapi bukan berarti kita tidak bisa mengubahnya. Saya akui memang, saya lebih disiplin daripada ayahnya syifa. Tapi kami sepakat untuk bersikap yang sama (sama2 disiplin) pada hal-hal tertentu, yang berpotensi fatal, bisa melukai orang lain atau tidak sopan, misalnya. Jadi syifa benar-benar tau untuk hal-hal tertentu memang sangat tidak boleh dilakukan karena ayah bundanya sama-sama “tinggi” nadanya.

Well, meski begitu, saya berusaha mengerem kemarahan saat mau marah ke syifa. Ingat kalau dia itu cm titipan Ilahi, ingat kalau dia masih blm bisa membedakan baik buruk, ingat kalau otaknya dan hatinya akan merekam semua perkataan dan perilaku saya, bahkan perilaku yang buruk sekalipun. Untungnya, syifa adalah anak yang cepet sadar kalau dia sudah bikin kesalahan dan cepat minta maaf. Jadi itu semakin meluluhkan amarah saya dan akhirnya memilih untuk melembutkan hati dan perkataan saat mulut ini mau ngomel atau teriak-teriak. Once again, I’m a grateful mother.

Saya jadi banyak belajar karena  dan pada syifa. Kalau syifa lagi datang tantrum nya, keras kepala dan ngamuk nya, saya jadi ngliat kaca.. Mungkin dia begitu karena ngliat saya suka marah, meniru saya saat marah. Sekali lagi diri ini diingatkan. Alhamdulillah.. Dan saya pun belajar lagi. Tantrum nya anak tidak bisa dijinakkan bila orang tuanya juga tantrum. Dekati anak dengan bahasa yang lembut, belai dia, dekap dia, bisiki kata-kata yang bisa melembutkan hatinya.. mungkin dia cuma mengantuk, capek, haus, tapi ngga bisa bilang ke ortunya, maka sebaiknya lah memang kita yang mengalah, kita yang mencari penyebabnya, untuk kemudian mengatasinya. Dan yang terpenting, kalau ingin anak kita lembut hatinya nanti saat dewasa, jangan mengeraskan hatinya saat dia kecil dengan perilaku dan perkataan kita.

Jadi.. itulah yang saya share ke para ibu yang lain saat parenting. Bagaimana pengalaman saya dan suami dalam mendekatkan ayah dan anaknya. Terkadang memang kita terhimpit oleh pekerjaan dan kesibukan. Tapi buat apa kita mengerjakan itu semua kalau sang anak jadi tidak mengenal orang tuanya… jadi, so little time, so much to do…

Pre-school children, why and what parents must know

Usia pre-sekolah adalah usia 3-5 tahun. Usia ini adalah usia peralihan dari masa yang selalu dibantu (saat anak berusia 0-3 tahun) menjadi lebih mandiri dan mampu menunjukkan kepada dunia bahwa dirinya mampu mengerjakan tugas dan aktifitas seperti orang dewasa di sekitarnya. Usia ini boleh dibilang merupakan usia yang penuh tantangan baik untuk anak maupun orang tuanya. Anak tertantang untuk mencoba berbagai aktifitas baru setiap harinya, bahkan setiap jamnya, karena pada masa ini otak mereka sangat aktif, menuntut anak untuk selalu penasaran dan mencoba hal-hal baru. Sementara itu, para orangtua dituntut untuk dapat menyediakan berbagai stimulus atau rangsangan untuk memenuhi rasa ingin tahu anak sekaligus dituntut untuk selalu sabar dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak. Bila keduanya berhasil mengatasi tantangan-tantangan yang muncul, maka buah yang akan dipanen akan terasa manis. Anak akan terpuaskan rasa ingin tahunya, memiliki berbagai pengalaman yang akan membantunya berhadapan dengan tugas dan tuntutan yang makin kompleks dalam usia selanjutnya, sekaligus merasa aman, terlindungi, dan tercukupi oleh kasih saying orang tuanya. Ikatan antara orang tua dan anak akan semakin erat dan berkualitas. Itu adalah modal terpenting dalam menapaki usia-usia selanjutnya. Akan selalu ada problem dalam setiap tahapan kehidupan anak, dan saat dia menemui masalah, orang tua adalah orang pertama yang akan dicari oleh sang anak bila anak mendapatkan rasa aman dan mempercayai orang tuanya. Dengan demikian gesekan-gesekan antara anak dan lingkungan tempat dia tumbuh dan berkembang akan mampu diredam dan diatasi dengan baik karena ada bimbingan dan arahan yang baik dari orang tuanya. Anak yang terarah berarti mengerti untuk apa dia diciptakan, dia harus bagaimana menjalani kehidupan ini, dan mau kemana/ mau jadi apa dia dalam hidup nya. Anak akan mempunyai self esteem, mampu menghargai diri sendiri yang akhirnya menumbuhkan sikap mampu menghargai orang lain. Selain itu, anak mempunyai idealisme sendiri, tidak mau mengikuti tren yang negatif karena dia mengetahui konsekuensinya. Masalah-masalah seperti penyalahgunaan obat-obat terlarang baik golongan narkotika mampun bukan (seperti obat untuk mengatasi nyeri lambung (maag) yang disalahgunakan untuk aborsi), pergaulan bebas (free sex), bullying, kecanduan game online, dsb akan mampu dihindari.

Okelah itu tadi pengantar, mengapa penting untuk mendidik anak dan menciptakan ikatan yang kuat antara orang tua dan anak sedari awal, yang dalam hal ini, pada usia anak mulai mengerti tentang nilai dan norma dalam kehidupan, pada usia awal terjadinya benturan antara kebutuhan fisiologisnya dan kemampuan orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan fisiologisnya tersebut, yaitu usia 3-5 tahun. Selanjutnya, sebagai langkah awal, apa saja yang perlu diperhatikan saat anak mulai menapaki usia tersebut? Berdasarkan pengalaman saya, teman-teman yang memiliki anak yang pernah berusia 3-5 tahun, dan beberapa buku yang saya baca, berikut adalah hal-hal penting untuk diperhatikan dan dipenuhi orang tua saat anak berusia 3-5 tahun :

  • Tidur

Mungkin anak Anda susah sekali diajak untuk tidur. Selalu ada saja yang dilakukan saat waktu tidur tiba. Bermain,  bernyanyi, atau bahkan minta menonton TV. Ini bisa terjadi karena anak Anda ingin menunjukkan indepedensinya dan tidak mau melewatkan satu pun aktifitas. Meskipun demikian, sangatlah penting untuk menjaga jumlah jam tidur anak berada dalam batas normal, yaitu 10-12 jam dalam sehari (24 jam) untuk usia 3-5 tahun. Beberapa jam dapat dialokasikan untuk tidur siang, sisanya, harus dipenuhi untuk tidur malam. Cara yang paling sukses untuk memenuhi target jam tidur tersebut adalah dengan menerapkan disiplin waktu. Kebiasaan tidur dapat dibentuk karena kita mempunyai jam biologis. Jam biologis ini dapat dilatih sejak kecil. Misalkan anak  dibiasakan untuk tidur pada pukul 19, maka satu jam sebelumnya, aktifitas makan sudah harus selesai, anak diajak untuk menggosok giginya sebelum tidur  sekaligus orang tuanya “mensupervisi” cara anak menggosok giginya apakah sudah benar, kemudian mencuci muka, tangan, dan kaki, berganti pakaian yang bersih, dan selanjutnya naik ke tempat tidur, Lampu kamar dimatikan atau diganti dengan lampu tidur, yang berguna untuk menciptakan suasana redup sehingga mampu memicu keluarnya hormon melantonin, hormon untuk membantu kita tidur pulas.  Saat menjelang tidur, orang tua dapat membacakan buku cerita ringan atau mendongeng, guna menciptakan suasana rileks dan nyaman sehingga otak anak ada pada gelombang alpha, gelombang dengan frekuensi yang tepat untuk memulai aktifitas tidur. Aktifitas bercerita sebelum tidur sekaligus berguna untuk memperat bonding antara orang tua dan anak.  Bila anak Anda masih susah tidur juga, ada satu tips yang bisa dicoba, yaitu mandi air hangat, mengkonsumsi susu hangat dan atau buah-buahan yang mengandung hormon melantonin. Buah pisang, kiwi, anggur, dan cherry diyakini mengandung hormon melantonin (dan serotonin pada buah pisang) yang dapat membantu datangnya kantuk lebih cepat.

Mengapa tidur dengan cukup itu penting? Yang pertama, jam tidur yang kurang dapat menurunkan imunitas tubuh. Kehilangan beberapa jam saat tidur malam  secara rutin terbukti dapat menurunkan jumlah sel lekosit yang berguna sebagai tentara tubuh, melindungi tubuh dari infeksi bakteri maupun virus. Yang kedua, saat tidur, terjadi pelepasan hormon pertumbuhan yang memang sangat dibutuhkan oleh anak-anak. Penelitian membuktkan bahwa anak-anak yang kekurangan jam tidur dalam jangka waktu yang lama, misalnya karena terus menerus mengalami serangan asma pada malam hari, dapat mengalami gangguan pertumbuhan. Yang ketiga, dari hasil sebuah survey nasional yang pernah dilakukan, anak-anak yang mengalami kekurangan jam tidur menunjukkan ketidakmampuan untuk mengerjakan tugas-tugas yang membutuhkan daya ingat, kemampuan nalar, dan matematika.

Jadi, para orang tua, mulailah mengatur jam tidur anak Anda bila mereka mengalami berbagai masalah belajar, gangguan perkembangan atau sering sakit flu, misalnya. jangan-jangan semuanya berawal dari tidur mereka yang tidak cukup.

  • Gerak badan/ olah raga

Anak-anak secara natural memang aktif bergerak, mulai dari sejak bangun tidur sampai mau tidur lagi. Namun saat ini, dengan makin maraknya acara anak-anak di televisi atau adanya permainan online di komputer, playstation, dsb., anak-anak menjadi kurang bergerak. Orang tua dengan gaya hidup sedentary life juga cenderung membesarkan anak dengan gaya hidup yang demikian. Hal ini makin diperparah dengan sekolah anak yang sebagian besar beraktifitas di dalam kelas, jarang sekali beraktifitas di lapangan atau alam terbuka.  Padahal dengan olah raga, anak-anak akan mendapat manfaat yang luar biasa seperti terhindar dari obesitas, mengurangi stres (jangan salah, anak-anak juga bisa stres lho!), dan mengembangkan rasa percaya diri. Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa anak-anak yang kurang bergerak  jauh di bawah kebutuhan biologisnya tdak mampu mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimum. Mengapa aktifitas fisik begitu penting untuk anak-anak? Karena hormon pertumbuhan juga secara natural dilepaskan ke dalam peredaran darah saat anak-anak melakukan aktifitas fisik. Selain itu, proses penyembuhan luka juga ditemukan lebih cepat terjadi pada anak-anak yang lebih aktif bergerak.

Kita dapat menciptakan berbagai permainan yang menuntut anak-anak untuk banyak bergerak, baik secara individual maupun berkelompok. Ingat saat kita kecil dulu? para orang tua generasi tahun 90an pasti mengenal berbagai permainan seperti gobak sodor, bentengan, jamuran, ular naga, patil lele, dsb. Sekarang lah saatnya kita menghidupkan kembali permainan-permainan tradisional tersebut. Selain menjaga warisan budaya, anak-anak kita pun akan sehat jasmaninya. Kalau ada yg bertanya, jadi berapa lama anak-anak usia pre-school ini boleh menonton televisi? jawabannya : tidak lebih dari satu jam per hari.

  • Makanan yang sehat

Anak-anak usia pre-school harus mengkonsumsi gizi yang seimbang. Sepertinya mudah ya? Tapi di era banyaknya makanan siap saji dan iklan di TV yang sering mempengaruhi persepsi anak dalam memilih makanan, tentu meyiapkan diet yang seimbang nutrisinya  akan menjadi suatu tantangan tersendiri. Menyiapkan/ memasaknya saja sudah merupakan suatu tantangan untuk ibu-ibu yang juga bekerja di luar rumah, apalagi meminta sang anak untuk memakannya.. Akan ada beberapa tips yang akan saya sampaikan di akhir bagian ini. Kebetulan anak  saya tidak picky eater (pemilih makanan) atau faddy eating (makan yang sedang menjad tren saja).

Anak-anak usia pre-school harus mendapatkan vitamin dan mineral untuk membantu pertumbuhan dan perkembangannya sekaligus menjaga kesehatan. Kebanyakan anak-anak kurang mengkonsumsi mikronutrien seperti kalsium, zat besi, asam folat, vitamin A, vitamin B6, dan vitamin C.  Oleh karena itu, perbanyak konsumsi susu, daging dengan sedikit lemak, buah segar maupun kering, sayuran (terutama yang berdaun hijau dan berwarna terang), serat, dan ikan dalam menu keseharian anak. Anak-anak juga sebaiknya megkonsumsi 5-8 porsi (1 porsi = 1 sendok makan penuh) sayur dan buah sehari. Biasanya saya variasikan menu setiap harinya agar anak tidak bosan.  Kreatiflah dalam mengolah makanan menjadi menu-menu baru (kalau  ga bisa bikin sendiri, bisa melihat resep-resep makanan di internet, majalah, atau TV), beli peralatan bento (penyiapan makanan ala jepang dengan beragam bentuk hewan atau boneka yang lucu) dan meniru resep-resep bento akan menarik minat anak untuk makan, terutama bagi anak pemilih makanan. Untuk anak yang kurang menyukai sayur dan buah, bisa diberikan dalam bentuk jus, puree (dihaluskan tanpa air), atau diolah dalam bentuk nugget (nugget ayam plus wortel dan brokoli), rolade (daging sapi plus kentang), dsb. Salad sayur plus buah juga smoothies dapat menjadi alternatif sajian.

Yang terpenting dari semua usaha mengolah dan mensajikan makanan yang berimbang adalah, memberikan pengertian pada anak tentang pentingnya mengkonsumsi makanan yang seimbang. Mengapa harus makan sayur dan buah, misalnya, agar tidak susah buang air besar, agar kulitnya tidak kusam, matanya tidak rabun senja, dll. Pengertian ini diberikan dengan kata-kata yang halus, mudah dipahami anak, dan dalam suasana yang tidak menekan anak (jangan sambil marah2, karena akan diabaikan). Kita bisa memberikan pengertian itu saat berbelanja bahan makanan atau memasak bersama anak. Libatkanlah mereka dalam pemilihan menu dan pengolahannya.Selain untuk memberikan pengertian, aktifitas tersebut juga berguna untuk membangun appetite (selera makan) anak dan mempererat bonding antara orang tua dan anak.

  • Konsumsi air

Air merupakan komponen terpenting dalam kehidupan manusia. 70% komposisi tubuh manusia dibangun oleh air bukan? Air juga berfungsi dalam membantu sistem pencernaan, pembuangan zat-zat sisa metabolisme tubuh, pembangunan jaringan atau sel-sel yang baru, dan mempertahankan energi tubuh. Anak-anak membutuhkan setidaknya 500ml – 1 liter air tiap harinya. Jus buah juga sayur dan buah segar juga dapat menyumbangkan kandungan airnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, namun yang terbaik, tetap lah mengkonsumsi air mineral dibanding air yang lain. Anak-anak dengan aktifitas yang berlebih seperti olah raga, beraktifitas di luar rumah, tentu membutuhkan peningkatan jumlah konsumsi air. Oleh karena itu, ingatkan dan bekali mereka dengan air yang cukup kemana pun mereka pergi. Seringkali anak-anak menyalah artikan rasa haus sebagai rasa lapar, atau sebaliknya. Konsumsi air sebaliknya jangan terlalu berlebihan menjelang waktu makan tiba, karena lambung anak-anak pre-school masih berukuran kecil, sehingga anak-anak bisa saja menolak mengkonsumsi makanannya karena perutnya masih terisi oleh minuman/jus yang diberikan satu jam sebelum makan.

  • Camilan yang sehat

Bagi anak-anaak usia pre-school, camilan diperlukan untuk mempertahankan level energi dan konsentrasi pada jam-jam diantara makan besar. Apalagi untuk anak-anak yang bergerak sangat aktif dibanding anak-anak lainnya. Yang harus dipertimbangkan adalah jenis camilan dan porsinya. Pilihlah camilan yang sehat, tidak mengandung bahan pengawet, pemanis buatan, dan pewarna buatan. Sebaliknya pilihlah cemilan yang alami, tidak banyak diproses secara kimiawi, mengandung banyak serat dan gula alami, seperti buah-buah segar atau kering, roti gandum, yoghurt rendah lemak, sayuran, dan olahan kacang-kacangan atau biji-bijian. Perhatikan riwayat alergi pada jenis makanan tertentu, seperti kacang-kacangan. Camilan sebaiknya disiapkan dalam porsi kecil sehingga anak-anak masih merasa lapar pada saat waktu makan besar datang.

The end of my write… Have a nice try, parents! Don’t get surrender too soon! Good luck!